5 Kunci Pola Asuh agar Anak Tumbuh Aman, Percaya Diri, dan Mudah Berhubungan Sehat

Ilustrasi kasih sayang keluarga
Sumber :
  • Freepik.com

Parenting – Anak-anak tidak dilahirkan dengan rasa takut yang mendalam atau rasa tidak aman, mereka belajar merasakan dunia sebagai tempat yang aman atau tidak lewat hubungan mereka dengan orang tuanya.

Saat pola asuh mendukung, anak merasa bahwa orang tua ada saat dibutuhkan, bahwa perasaan mereka dianggap, dan bahwa mereka dicintai apa adanya, bukan hanya ketika 'berprestasi'. Pola asuh seperti inilah yang membantu membentuk secure attachment atau kelekatan yang aman.

Dalam artikel ini, kita akan bahas lima aspek penting dalam pola asuh yang mendukung tumbuhnya anak yang secure, apa dampaknya terhadap perkembangan mereka. Biar Moms & Dads punya gambaran praktis untuk diterapkan di rumah.

Apa itu Secure Attachment?

Secure attachment adalah gaya ikatan emosional antara anak dan pengasuh di mana anak merasa aman bahwa pengasuh akan responsif, konsisten, dan memenuhi kebutuhan emosionalnya.

Anak yang memiliki attachment aman akan merasa nyaman menjelajah lingkungan karena tahu ada “pangkalan aman” (secure base) tempat kembali ketika mereka takut atau butuh penghiburan dan mampu mengembangkan kepercayaan diri, hubungan sosial yang sehat, serta ketahanan emosional.

Penelitian di Indonesia “Secure Attachment (Ibu dan Anak) dengan Perkembangan Sosial Emosional” (Universitas Islam Riau) menemukan bahwa secure attachment antara ibu dan anak berhubungan positif dengan perkembangan sosial dan emosional anak.

5 Aspek Pola Asuh yang Mendukung Secure Attachment

Berikut beberapa praktik pola asuh yang sangat membantu agar anak tumbuh dengan rasa aman, percaya diri, dan mampu menjalin hubungan sehat:

1. Mau mendengarkan

Biarkan anak menceritakan apa saja, bahkan jika itu kritik, kegagalan, atau ketakutan mereka. Jangan langsung menghakimi atau menyela. Ketika anak merasa didengar, mereka akan merasa dihargai dan aman menyampaikan isi hatinya.

Penelitian attachment dan teori psikologi menyebut “responsivitas” sebagai kunci. Orang tua yang cepat tanggap terhadap sinyal anak (emosi, permintaan perhatian) memfasilitasi keterikatan yang aman.

2. Menghargai perasaan anak

Validasi perasaan anak misalnya ketika mereka sedih, marah atau kecewa. Katakan bahwa perasaan itu dimengerti dan wajar. Hindari mengatakan “Jangan sedih”, “Diam saja”, atau membandingkan (“Eh, anak lain kan gak segitu”).

Dengan validasi, anak belajar bahwa emosinya tidak salah dan bahwa bisa mengekspresikan perasaan adalah aman. Ini membantu regulasi emosi dan kesehatan psikologis.

3. Konsisten dan bisa diandalkan

Orang tua harus menepati janji, hadir saat anak membutuhkan bantuan atau dukungan, dan menjaga rutinitas yang stabil. Ketidakpastian atau inkonsistensi mengganggu rasa aman anak.

Studi lokal “Peran Secure Attachment Orang Tua Dalam Membangun Kepercayaan Diri Anak Usia 5-6 Tahun” dari UIN Jakarta menyebut bahwa aspek kepercayaan, aktivitas bersama, komunikasi, dan kehadiran orang tua sangat mempengaruhi kepercayaan diri.

 4. Memberi cinta tanpa syarat

Cinta bukan hanya ketika anak sukses atau berprestasi, tapi senantiasa ada dalam kondisi apapun. Saat menang, kalah, senang, sedih. Anak merasa dicintai atas dirinya sendiri, bukan atas apa yang dicapai.

Kasih sayang yang konsisten juga bagian dari attachment parenting, orang tua yang menunjukkan kasih sayang secara emosional dan fisik secara rutin memperkuat ikatan aman.

5. Memberi batasan dengan hangat

Anak membutuhkan aturan dan batasan agar merasa aman; aturan itu memberi struktur dan prediktabilitas. Namun, penyampaian aturan harus dengan kasih sayang, bukan dengan ketakutan atau ancaman.

Dengan memberikan batasan yang jelas tapi hangat, anak belajar bahwa dunia memiliki aturan tapi orang tua juga hadir sebagai pengayom, tidak sebagai sumber takut. Ini membantu pemahaman tanggung jawab dan kepercayaan. 

Mari kita jadikan rumah sebagai tempat di mana anak merasa aman, didengar, dan dicintai apa adanya. Karena dengan begitu, kita membangun generasi yang tidak hanya pintar, tapi juga berkarakter dan kuat secara emosional.