Gentle Parenting Bukan Memanjakan Anak: 5 Kesalahpahaman yang Perlu Diluruskan

Ilustrasi Gentle Parenting
Sumber :
  • Freepik.com

Parenting – Belakangan, istilah gentle parenting semakin populer di kalangan orang tua. Namun, tidak sedikit yang keliru memahami konsep ini. Ada yang mengira gentle parenting sama dengan memanjakan anak, melarang orang tua marah, hingga membuat anak tidak disiplin.

Biar Tetap Dekat: Skill Wajib Orang Tua dengan Anak Remaja

Padahal, gentle parenting bukan berarti “serba boleh” atau “serba lembut tanpa aturan”. Justru, pendekatan ini menekankan batas yang jelas, komunikasi yang sehat, serta konsistensi dalam pola asuh. Mari kita luruskan beberapa kesalahpahaman yang sering muncul seputar gentle parenting.

1. Gentle Parenting = Memanjakan Anak

Banyak orang tua mengira gentle parenting berarti memenuhi semua keinginan anak. Padahal, anak tetap membutuhkan batasan yang jelas dan aturan konsisten. Bedanya, penyampaiannya dilakukan dengan komunikasi yang hangat dan komunikatif.

Jangan Putus Asa Mendidik Anak, Ingat Delapan Pesan Ini

Contoh: anak ingin jajan terus. Orang tua menjelaskan, “Hari ini cukup sekali ya, supaya perut sehat.” Dengan begitu anak belajar aturan sekaligus merasa dihargai.

Psikolog anak Elizabeth Santosa menegaskan bahwa anak yang mendapat batasan dengan cara yang hangat justru lebih mudah bekerja sama dan belajar disiplin.

2. Gentle Parenting = Orang Tua Tidak Boleh Marah

Orang Tua Wajib Tahu, Lima Hal Penting yang Harus Diajarkan ke Anak Perempuan

Marah adalah emosi wajar. Gentle parenting tidak melarang orang tua marah, tetapi mengajarkan cara mengelola kemarahan dengan konstruktif. Serta pada gentle parenting tidak menuntut orang tua menjadi “malaikat tanpa emosi”, melainkan mengajarkan cara mengontrol ekspresi kemarahan

Contoh: ketika anak melempar mainan dengan keras, alih-alih membentak, orang tua bisa berkata, “Bunda kaget, yuk taruh mainannya pelan-pelan ya.” Anak tetap belajar konsekuensi, namun dalam suasana aman.

3. Gentle Parenting = Anak Jadi Tidak Mandiri

Faktanya, gentle parenting justru melatih anak bertanggung jawab. Anak diajak memperbaiki kesalahan bersama-sama, bukan dimarahi lalu orang tua membereskan sendiri.

Contoh: anak menumpahkan air, orang tua mengajak anak mengambil lap dan mengelapnya. Ini menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kemandirian sejak dini.

4. Gentle Parenting = Semua Permintaan Anak Dituruti

Dalam gentle parenting, ada permintaan yang bisa dipenuhi, ada pula yang harus ditunda atau ditolak dengan tegas.

Contoh: “Kita makan nasi dulu ya, nanti setelah itu baru boleh permen.” Anak belajar prioritas dan kesabaran, tanpa merasa ditolak.

5. Gentle Parenting = Anak Tidak Disiplin

Banyak yang menganggap pendekatan ini akan membuat anak bebas tanpa aturan. Padahal disiplin tetap ada, tetapi dengan konsistensi, bukan teriakan.

Contoh: waktu tidur jam 9 malam lalu orang tua mematikan gadget, meredupkan lampu, dan menemani anak ke tempat tidur. Anak paham aturan, tapi dalam suasana yang nyaman.

Dr. Laura Markham, penulis Peaceful Parent, Happy Kids, menyebut bahwa disiplin positif yang konsisten membantu anak menginternalisasi aturan tanpa rasa takut, melainkan rasa hormat dan percaya diri.

Gentle parenting bukanlah pola asuh yang memanjakan atau membebaskan anak tanpa batas. Sebaliknya, gentle parenting adalah cara membimbing anak dengan empati, komunikasi yang sehat, dan konsistensi dalam menerapkan aturan. Orang tua tetap bisa marah, namun dengan cara yang terkontrol. Tetap bisa berkata “tidak”, namun dengan hangat dan juga tetap mengajarkan disiplin, namun tanpa teriakan.

Dengan memahami esensi gentle parenting, orang tua membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang disiplin, mandiri, penuh empati, dan percaya diri. Seperti menurut psikolog anak, “Anak yang dibesarkan dengan pola asuh penuh empati dan batas yang jelas akan lebih mampu mengatur diri, menghargai orang lain, dan menghadapi dunia dengan percaya diri.”