Anak Tantrum Karena Tak Dibelikan Mainan? Jangan Panik Moms, Ini Kunci Menghadapainya!

Ilustrasi anak menginginkan mainan
Sumber :
  • freepik.com

Parenting – Siapa yang tidak pernah menghadapi momen ketika anak tiba-tiba menangis kencang, berguling di lantai, atau bahkan berteriak-teriak karena tidak dibelikan mainan? Bagi banyak orangtua, situasi ini bisa terasa memalukan, membingungkan, dan melelahkan, apalagi jika terjadi di tempat umum. Tapi tenang, Moms & Dads. Tantrum bukan tanda anak “nakal” atau anak "sulit diatur" melainkan sinyal bahwa anak sedang kesulitan mengelola emosi kecewa dan belum tahu cara mengekspresikannya secara tepat. Di sinilah peran orangtua sangat penting, bukan untuk memarahi atau langsung menyerah pada keinginan anak, tetapi untuk membantu anak belajar mengatur emosinya (regulasi emosi).

Gentle Parenting Bukan Memanjakan Anak: 5 Kesalahpahaman yang Perlu Diluruskan

 

ilustrasi anak menangis

Photo :
  • freepik.com
Cara Mudah Mengasah Skill Berpikir Anak: Gak Ribet, Begini Caranya

 

Tantrum itu wajar artinya anak belum bisa menerima "TIDAK" tanpa reaksi besar. Menurut dr. Ahmad Fachrurrozi, Sp.A, S.Psi., M.Psi., M.Sc., MMRS., CIMI., CBS, seorang dokter anak sekaligus psikolog, tantrum adalah bagian dari perkembangan emosi anak. Anak kecil belum memiliki keterampilan yang cukup untuk mengelola kekecewaan. Maka dari itu, penolakan seperti “nggak boleh beli mainan hari ini” bisa memicu reaksi emosional yang besar. Namun, di balik drama tangisan itu, sebenarnya ada kesempatan emas untuk mengajarkan anak keterampilan penting dalam hidup yaitu mengelola kekecewaan. Ini beberapa cara yang Moms bisa lakukan jika anak sedang tantrum

Olahraga Teratur, Emosi Lebih Stabil: Bukti Penelitian dari Korea Selatan

1. Tetap Tenang

Respon orangtua sangat memengaruhi situasi. Jika Moms ikut marah, maka tantrum anak juga bisa semakin parah. Tarik napas dalam, kendalikan emosi, dan hadapi anak dengan sabar.

2.  Jangan Langsung Dikabulkan

Memang rasanya lebih mudah untuk segera membelikan mainan agar anak berhenti menangis. Tapi hati-hati, ini justru akan membentuk pola pikir negatif pada anak: “Kalau aku nangis, aku akan mendapatkan apa yang aku mau.” Memberi hadiah di tengah tantrum bukan solusi, tapi memperkuat perilaku tantrum sebagai alat manipulasi. Dalam jangka panjang, anak bisa jadi tidak belajar cara menghadapi penolakan dan akan terus menuntut lebih.

 

Ilustrasi anak menginginkan mainan

Photo :
  • freepik.com

 

3.  Tapi Jangan Juga Diabaikan Total

Sebaliknya, mengabaikan anak sepenuhnya juga tidak disarankan. Ini bisa membuat anak merasa sendirian dan tidak dipahami. Alih-alih membantu anak belajar regulasi emosi, hal ini justru memutus koneksi emosi antara anak dan orangtua. Apa yang bisa dilakukan? Lakukan co-regulation yaitu membantu anak mengatur emosinya melalui kehadiran dan empati orangtua.

Contoh konkret:

- Duduk dekat anak: Hadir secara fisik menunjukkan bahwa Moms & Dads tidak meninggalkannya sendirian dengan emosinya.

- Validasi perasaannya: Ucapkan dengan lembut, “Kamu sedih ya karena nggak dibolehin beli mainan itu. Kamu pengen banget ya?”

- Tegaskan batasan dengan konsisten: “Tapi kita sudah sepakat ya, belum beli mainan dulu hari ini.”

4. Biarkan Anak Tenang Sendiri (Jika Aman)

Kadang-kadang, anak hanya butuh waktu untuk meluapkan emosinya. Selama aman, biarkan ia menangis sampai reda, lalu dekati dengan lembut setelah emosinya mereda

5. Diskusikan Setelah Tantrum Reda

Ketika anak sudah tenang, bicarakan dengan sederhana: “Tadi adik marah karena mainannya jatuh ya? Kalau marah, coba bilang sama ibu, jangan teriak-teriak.” Hal ini membantu anak belajar mengekspresikan emosi dengan kata-kata.

Kunci suksesnya adalah kombinasi antara konsisten dan empati. Kenapa ini penting? karena anak perlu belajar regulasi emosi, bukan dapat apa yang mereka inginkan Jika setiap emosi negatif anak direspons dengan memenuhi keinginannya, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak tahan frustrasi. Ia akan merasa bahwa dunia harus selalu memuaskan keinginannya.

Sebaliknya, jika orangtua mampu menenangkan anak tanpa mengalah pada keinginannya, maka anak belajar bahwa, rasa kecewa itu boleh dan wajar. Tapi rasa kecewa bisa dihadapi, dikelola, dan tidak selalu harus dilampiaskan dengan menangis atau marah. Tidak semua keinginan akan selalu terpenuhi, itulah kehidupan nyata.

Momen tantrum adalah momen belajar. Tantrum adalah bagian dari tumbuh kembang emosi anak. Reaksi yang muncul bukan karena anak “manja” atau “nakal”, tapi karena belum tahu cara mengelola kecewa. Jangan buru-buru marah ya Moms dan juga jangan juga langsung menyerah. Sebaliknya, hadapi dengan empati, konsistensi, dan kehadiran emosional. Karena di momen inilah, Moms & Dads sedang membantu anak menjadi pribadi yang lebih kuat, sabar, dan matang secara emosional.