Anak Laki-Laki Hari Ini, Suami dan Ayah di Masa Depan

Ilustrasi anak dan ayah
Sumber :
  • freepik.com

Parenting – Dalam masyarakat modern yang dinamis dan kompleks, tantangan dalam membentuk generasi penerus yang tangguh, berakhlak, dan bertanggung jawab semakin besar. Salah satu permasalahan mendasar yang kerap terlupakan adalah peran ayah dalam pengasuhan anak, khususnya anak laki-laki.

Mengenal Lebih Dalam, Ego Anak yang Harus Dibangun Seorang Ayah

Banyak keluarga yang hanya mengandalkan figur ibu sebagai satu-satunya pusat pendidikan emosional dan nilai, sementara peran ayah terbatas pada pencari nafkah. Padahal, keberadaan dan keterlibatan ayah dalam kehidupan anak, terutama anak laki-laki, sangat krusial dalam membentuk karakter, tanggung jawab, dan kesiapan mereka dalam menjalani peran sebagai suami dan ayah kelak.

Bersandar pada pemikiran dr. Elly Risman, pakar psikologi keluarga dan parenting, artikel ini akan membahas secara mendalam mengapa penting untuk "menggenapkan peran ayah", serta bagaimana cara mendidik anak laki-laki agar tak hanya menjadi pria dewasa yang mandiri, tetapi juga menjadi pribadi yang mampu mencintai dengan tanggung jawab, memimpin dengan kelembutan, dan hadir dengan kesadaran.

1. Menggenapkan Peran Ayah: Lebih dari Sekadar Pencari Nafkah

Sering Bermain Gadget Pengaruhi Speech Delay Pada Anak, Ini Kata Menkes

Seringkali peran ayah disederhanakan hanya sebagai "kepala keluarga" dalam arti simbolik, dan pencari nafkah dalam arti praktis. Namun, penggenapan peran ayah jauh melampaui itu. Ayah adalah guru kehidupan, teladan kepemimpinan, dan fondasi emosional yang dibutuhkan anak laki-laki dalam proses tumbuh kembangnya.

Menggenapkan peran ayah berarti, hadir secara fisik dan emosional dalam kehidupan anak.Menjadi model dalam menunjukkan cinta dan rasa hormat kepada ibu (istri). Mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan, tanggung jawab, dan empati.

Anak Alami Fatherless? Begini Tips dan Cara Memulihkan

Melatih anak laki-laki tentang arti menjadi suami dan ayah yang baik sebelum membebankan mereka dengan tugas mencari nafkah. Ketidakhadiran ayah dalam pendidikan emosional anak laki-laki menciptakan kekosongan peran maskulinitas yang seimbang. Anak-anak laki-laki tanpa teladan ayah yang sehat cenderung belajar maskulinitas dari lingkungan luar yang sering kali keliru: kekerasan, dominasi, ego, dan superioritas terhadap perempuan.

2. Didik Anak Laki-Laki Menjadi Suami dan Ayah, Bukan Hanya Pekerja

dr. Elly Risman dengan tegas menyampaikan bahwa pendidikan anak laki-laki bukan hanya soal kemandirian dan kekuatan, melainkan tentang mencintai dengan tanggung jawab, memimpin dengan kelembutan, dan hadir dengan kesadaran. Kenapa Ini Penting? Karena di masa depan, anak laki-laki akan menjadi suami bagi seseorang yang mengharapkan cinta yang dewasa dan bertanggung jawab. Juga menjadi ayah bagi anak-anak yang butuh contoh, bukan hanya perintah. Serta menjadi menantu bagi keluarga lain, yang akan dinilai bukan dari seberapa besar penghasilannya, tapi seberapa besar hormat dan empatinya.

Untuk menjadikan seorang anak laki-laki tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang bertanggung jawab dibutuhkan langkah-langkah praktis sebagai berikut 

- Ajarkan Empati Sejak Dini

Biarkan anak laki-laki menangis tanpa diolok. Biarkan ia merasa, mengenali emosinya, dan memahami emosi orang lain. Empati adalah fondasi kepemimpinan sejati.

- Libatkan dalam Kegiatan Rumah Tangga

Minta ia membantu ibunya mencuci piring, membersihkan rumah, atau menjaga adiknya. Ini bukan untuk "membantu ibu", tapi untuk mengambil bagian dalam kehidupan keluarga.

- Kenalkan Konsep Hormat Kepada Perempuan

Tidak hanya pada ibunya, tapi juga pada saudara perempuan, teman perempuan, dan semua perempuan yang ia temui. Tanamkan bahwa perempuan bukan untuk dilayani, tapi dihargai.

- Berikan Teladan dalam Relasi

Peran ayah sebagai suami yang penuh kasih, lembut, dan bertanggung jawab adalah pelajaran hidup yang akan diingat seumur hidup oleh anak laki-laki.

- Latih Kepemimpinan dengan Kelembutan

Berikan kepercayaan, namun juga ajarkan cara memimpin dengan bijak. Anak laki-laki perlu tahu bahwa memimpin bukan berarti memerintah, melainkan melayani dan mengarahkan dengan cinta.

3. Rumah Tangga yang Utuh: Hati yang Mau Mendengar, Tangan yang Merangkul, Jiwa yang Belajar

Keluarga yang harmonis dan utuh tidak dibangun dari kekuatan finansial semata. Banyak rumah tangga retak bukan karena miskin harta, tapi miskin perasaan. Rumah tangga utuh lahir dari hati yang mau mendengar, kemampuan untuk memahami pasangan dan anak-anak secara emosional. Serta tangan yang mau merangkul, kehadiran fisik dan dukungan yang konsisten. Selain itu juga jiwa yang mau terus belajar, kerendahan hati untuk berubah, berkembang, dan memperbaiki diri dari waktu ke waktu.

Inilah nilai yang harus ditanamkan sejak dini pada anak laki-laki. Jadikan mereka pribadi yang menyadari bahwa cinta itu bukan sekadar perasaan, tapi komitmen dan aksi nyata. Bahwa menjadi kepala rumah tangga bukan posisi superior, tapi posisi pelayanan yang tulus.

Anak laki-laki hari ini adalah pilar keluarga masa depan. Mereka akan menjadi pemimpin di rumah, masyarakat, bahkan bangsa. Oleh karena itu, mari kita tidak hanya menyiapkan mereka dengan ijazah dan pekerjaan, tapi juga dengan jiwa yang matang, hati yang lembut, dan tanggung jawab yang kuat.

Menggenapkan peran ayah bukan sekadar tugas, tapi panggilan luhur untuk membentuk generasi laki-laki yang tidak hanya tahu cara hidup, tapi tahu cara mencintai, memimpin, dan hadir dengan penuh kesadaran. Dan pendidikan ini, tidak bisa ditunda. Mari mulai dari rumah, dari hal kecil, dari sekarang.