Pubertas Anak: Tanda Awal, Perbedaan Laki-Laki & Perempuan, dan Cara Mendampingi
- Freepik.com
Parenting – Pubertas adalah masa penting dalam perjalanan tumbuh kembang anak. Sayangnya, banyak orang tua hanya memperhatikan tanda fisik seperti tumbuh jerawat, mimpi basah, atau menstruasi pertama. Padahal, menurut psikolog keluarga dr. Elly Risman, Psi., pubertas tidak hanya soal fisik, tetapi juga perubahan emosi, cara berpikir, bahkan cara anak berhubungan dengan orang di sekitarnya. Jika orang tua tidak peka, anak bisa merasa kebingungan, takut dihakimi, dan akhirnya memilih diam.
Pubertas pada Perempuan: Mulai Usia 8–13 Tahun
Perempuan biasanya memasuki masa pubertas lebih dulu, sekitar usia 8–13 tahun. Tanda awalnya justru terlihat dari sisi emosional sebelum fisik berubah. Misalnya:
- Lebih mudah tersinggung.
- Sering overthinking.
- Sensitif terhadap komentar orang lain.
- Emosi naik turun bahkan sebelum tubuhnya berubah.
Menurut Bunda Elly Risman, banyak orang tua salah kaprah dengan menyebut anak perempuan yang mulai sensitif sebagai ‘lebay’. Padahal, itu tanda awal pubertas yang harus dipahami, bukan dihakimi.
Artinya, ketika anak perempuan mulai menunjukkan perubahan emosi, Moms & Dads perlu hadir sebagai pendengar yang sabar, bukan justru mengecilkan perasaan mereka.
Pubertas pada Laki-Laki: Mulai Usia 9–14 Tahun
Pada anak laki-laki, pubertas umumnya dimulai di usia 9–14 tahun. Namun, tanda-tandanya sering kali tersembunyi karena mereka cenderung menyamarkannya. Beberapa hal yang bisa muncul:
- Tiba-tiba menjaga jarak dengan orang tua.
- Jadi lebih pendiam.
- Mudah tersinggung atau marah jika ditanya-tanya.
Banyak orang tua baru sadar setelah anak laki-laki menunjukkan ledakan emosi. Bunda Elly Risman menekankan, “Laki-laki sering menyimpan perasaan dalam diam. Kalau orang tua tidak peka, anak bisa mencari tempat lain untuk bercerita, dan itu berisiko kalau yang ditemui adalah lingkungan yang salah.”
Pubertas Bukan Fase Tiba-Tiba
Moms & Dads sering keliru menganggap pubertas datang secara tiba-tiba, padahal ini adalah proses. Pubertas bukan hanya soal tubuh yang berkembang, tetapi juga pergolakan batin yang membuat anak bingung dengan dirinya sendiri. Inilah alasan pentingnya orang tua hadir dengan komunikasi terbuka.
Jika anak merasa tidak bisa berbicara dengan orang tua, mereka bisa mencari jawaban di luar, yang belum tentu benar. Bunda Elly Risman juga mengingatkan, “Kalau orang tua tidak hadir, anak akan belajar dari gadget, teman, atau media lain. Dan kita tidak bisa mengendalikan apa yang mereka dapatkan di luar sana.”
Peran Orang Tua: Komunikasi dan Pendampingan
Kunci mendampingi anak di masa pubertas adalah komunikasi yang hangat dan terbuka. Beberapa hal yang bisa Moms & Dads lakukan:
- Dengarkan anak tanpa menghakimi.
- Validasi perasaan mereka (“Mama tahu kamu lagi kesal, itu wajar”).
- Berikan informasi tentang pubertas dengan bahasa sederhana dan jujur.
- Bangun kepercayaan agar anak berani bercerita.
Pubertas bukan sekadar soal tubuh yang berubah, tapi juga hati dan pikiran anak yang mulai bergejolak. Baik anak laki-laki maupun perempuan membutuhkan orang tua yang hadir, memahami, dan tidak menghakimi.
Moms & Dads, jangan anggap anak “lebay” atau “cuek”, karena di balik sikap itu ada proses pubertas yang sedang mereka alami. Dengan komunikasi terbuka, anak akan merasa aman dan didampingi. Ingat, kalau bukan orang tuanya yang jadi tempat cerita, anak bisa mencari jawaban ke tempat yang salah.