Mengapa Remaja Rentan Gangguan Mental? Ahli IDAI Ungkap Alasannya

Ilustrasi remaja, masker, depresi
Sumber :
  • Pixabay/ Orna

Parenting – Kesehatan mental merupakan salah satu aspek penting dalam tumbuh kembang remaja yang berperan besar terhadap kualitas hidup di masa dewasa. Selain mengalami perubahan signifikan secara fisik, emosional, sosial, dan kognitif, masa transisi remaja sering kali diwarnai dengan pencarian jati diri, tekanan akademik, tuntutan sosial, serta perubahan hormonal yang dapat memengaruhi kondisi psikologis.

Kenali Penyebab dan Gejala Campak yang Kini Berstatus Kejadian Luar Biasa di Sumenep

Apabila tidak ditangani dengan baik, tekanan tersebut berpotensi memicu gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, perilaku menyakiti diri, hingga risiko bunuh diri.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 14 persen remaja di seluruh dunia mengalami gangguan mental, dengan depresi dan kecemasan sebagai dua masalah yang paling umum. Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menemukan prevalensi gejala depresi pada usia 15 tahun ke atas mencapai 6,1 persen, dan kecenderungan ini lebih tinggi pada kelompok usia remaja akhir dibandingkan dewasa. 

Istri Happy, Baby Happy: 5 Hal yang Harus Suami Lakukan Saat Masa Menyusui

 

Anggota Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Braghmandita Widya Indraswari membeberkan dalam seminar media bertajuk “Kesehatan Mental Remaja”, terdapat beberapa fase perubahan. Fase pertama adalah fase yang ditandai, yaitu perubahan yang cepat dalam perkembangan fisik, kognitif dan sosial. Dimulai dengan pubertas dan berakhir dengan pergantian peran dan kepemilikan tanggung jawab sebagai individu dewasa.

Ini 4 Tips Bangun Kedekatan Ayah dan Anak Meski Waktu Terbatas

 

“Fase kedua adalah fase perkembangan, yaitu transisi individu dari anak-anak dengan ketergantungan yang tinggi pada orang tua ke individu dewasa yang merupakan anggota masyarakat yang mandiri,” ujarnya melalui daring, Selasa (19/08/25).

 

Fase ketiga, lanjutnya, adalah fase perkembangan dan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan periode pubertas. Braghmandita yang juga merupakan seorang Dokter Anak – Ahli Tumbuh Kembang Pediatri Sosial di Rumah Sakit (RS) JIH Yogyakarta menjelaskan, terkait karakteristik remaja yang dimulai dari remaja awal pada usia 10-13 tahun, dengan perubahan biologis, psikologis dan seksual.

 

“Mulai dari terjadinya tumbuh payudara dan menstruasi bagi anak perempuan. Kemudian laki-laki tumbuh jakun, perubahan suara, mimpi basah juga perubahan emosi yang naik turun, ini perlu diperhatikan. Ini adalah masa-masa awal anak memasuki fase awal menjadi seorang remaja,” terangnya.

 

Kemudian, lanjutnya, remaja tengah yang dimulai dari usia 14-16 tahun. Terdapat peningkatan otonomi dan keinginan bereksperimen. “Banyak hal yang ingin dicoba, misal apa rasanya rokok, alcohol, tekanan sosial dan lain sebagainya. Diusia ini, remaja cenderung mencari jati diri. Nah, para orang tua juga harus aware menghadapi remaja dengan usia tersebut. Kehadiran orang tua pada masa ini sangat dibutuhkan agar perilaku remaja bisa terkontrol dan terkendali,” tambahnya.

 

Terakhir, lanjutnya adalah karakteristik remaja akhir, pada rentan usia 17-19 tahun yang memiliki tingkat kemandirian dan tanggung jawab yang lebih baik. Remaja akhir ini, sudah bisa melihat mana yang baik mana yang buruk, serta mampu mengambil keputusan secara bijak.

 

“Sistem limbik di dalam otak bisa mengatur system emosi. Pengalaman positif dan strategi pembelajaran yang tepat, bisa memperkuat jalur neural yang mendukung control emosi dan pengambilan keputusan,” pungkasnya.