Anak Minta Akun Medsos Sendiri? Simak Penjelasan Psikolog
- freepik.com
Parenting – Di era digitalisasi dan modernisasi, media sosial berkembang begitu cepat. Fenomena anak-anak memegang handphone untuk sekadar main atau menonton saja sudah menimbulkan pro dan kontra. Kini, ditambah lagi dengan anak-anak yang sudah aktif beraktivitas di media sosial, meski belum cukup umur.
Dikutip dari instagram talkparenting, ada bahaya besar yang mengintai jika anak tidak didampingi saat bermain gadget. Menurut psikolog ternama Fadillah, aturan minimal membuat akun media sosial adalah usia 13 tahun, bahkan idealnya 16 tahun. Batasan ini ada karena konten di media sosial sangat sulit terkurasi. Anak-anak bisa dengan mudah terpapar pornografi, kekerasan, hingga tren ekstrem yang tidak sesuai usianya.
Fadillah menegaskan, media sosial justru bisa lebih berbahaya dibandingkan game, arena referensinya terlalu banyak dan bisa mendorong anak pada perilaku yang di luar kebiasaan. Seperti berita detik.com dari Tasikmalaya, seorang bocah 1 tahun dipaksa teman-temannya melakukan tindakan ekstrem yaitu menyetubuhi seekor kucing. Aksi itu bahkan direkam dan dijadikan bahan tertawaan. Psikolog menduga perilaku ini muncul dari paparan konten di media sosial yang semakin banyak menampilkan hal-hal aneh, bahkan menyimpang.
Anak-anak yang seharusnya polos justru menganggap perilaku tersebut sebagai hiburan atau "sensasi viral", bukan sebagai tindakan berbahaya. Akibatnya, mereka bisa kehilangan empati, terbiasa mengejar perhatian dengan cara salah, hingga terjerumus pada perundungan, pelecehan seksual, bahkan tindak kriminal.
Meski terlihat mengkhawatirkan orang tua masih punya kendali besar dalam mendampingi anak di dunia digital. Dunia maya memang tidak bisa ditutup, tetapi orang tua bisa menjadi pagar pertama yang melindungi anak
Anak tidak butuh larangan total, karena itu justru membuat mereka nekat membuat akun diam-diam. Yang mereka butuhkan adalah pendampingan, komunikasi terbuka, dan aturan yang jelas. Orang tua bisa mulai dengan menunda pembuatan akun pribadi hingga usia yang sesuai, menjadi teman online anak, mengajarkan literasi digital seperti menjaga privasi dan jejak digital, membuat aturan penggunaan yang jelas, serta membangun komunikasi dua arah agar anak merasa didengar dan mau terbuka.
Seperti yang ditegaskan Fadilah, orang tua tetaplah pemegang otoritas, tetapi cara memegang kendali bukan dengan melarang keras, melainkan dengan membuat perjanjian dan komitmen bersama anak. Dengan begitu, anak belajar bahwa media sosial bisa menjadi ruang belajar dan bertumbuh jika digunakan dengan benar. Ingat, HP dan media sosial bukan musuh, tetapi alat. Jika diarahkan dengan bijak, anak bisa mendapat manfaat positif. Namun jika dibiarkan tanpa pendampingan, ia bisa berubah menjadi pintu masuk beragam bahaya.