Immature Parent: Ketika Orang Tua Belum Sembuh dari Luka Masa Lalu, Anak yang Jadi Korban
- freepik.com
Parenting – Sudah pernah dengar istilah immature parent, Moms and Dads? Istilah ini mungkin terdengar asing, tapi sering terjadi di sekitar kita.
Immature parent adalah orang tua yang secara usia sudah dewasa, namun secara emosional belum benar-benar matang. Mereka belum selesai dengan masa lalunya baik luka, trauma, maupun pengalaman burukyang tanpa sadar terbawa ke cara mereka mengasuh anak.
Padahal, menjadi orang tua bukan hanya soal memberi makan, pakaian, dan pendidikan, tapi juga tentang memberikan kehangatan emosional. Jika tidak disadari, pola asuh yang lahir dari emosi yang belum matang bisa melukai psikologis anak dalam jangka panjang.
Menurut psikolog keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., immature parent adalah orang tua yang belum mampu mengelola emosi secara sehat, sehingga sering bereaksi impulsif terhadap anak. Mereka cenderung mudah marah, menolak tanggung jawab, dan sulit meminta maaf karena masih melihat hubungan dalam sudut pandang ego.
Ciri-ciri Umum Immature Parent
- Tidak mau disalahkan. Selalu merasa benar dan menolak introspeksi, bahkan ketika jelas melakukan kesalahan terhadap anak.
- Emosi meledak-ledak. Mudah marah, membentak, atau mengeluarkan kata-kata tajam ketika anak berbuat salah.
- Menjadikan anak pelampiasan. Ketika stres atau kecewa, anak menjadi “sasaran” pelampiasan emosional.
- Gengsi minta maaf. Menganggap meminta maaf pada anak akan membuat wibawa turun.
- Butuh validasi dari anak. Ingin selalu dianggap benar dan dihormati, bahkan ketika belum layak jadi panutan emosional.
Dampak pada Anak
Pola pengasuhan seperti ini meninggalkan jejak dalam jiwa anak. Psikolog dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi. menyebutkan, anak yang tumbuh bersama orang tua emosional cenderung mengalami kesulitan dalam mengelola perasaan. Beberapa dampak yang sering terlihat antara lain:
- Anak sulit percaya diri karena sering disalahkan.
- Anak menjadi people pleaser, selalu berusaha menyenangkan orang lain.
- Anak takut dikritik dan sulit mengekspresikan emosi.
- Anak sering menyalahkan diri sendiri bahkan ketika bukan kesalahannya.
Dalam jangka panjang, anak-anak ini bisa tumbuh menjadi dewasa yang juga kesulitan menjalin hubungan sehat, karena mereka belum belajar bagaimana menghadapi emosi dengan benar.
Menjadi orang tua yang sempurna memang mustahil, tapi menjadi orang tua yang mau belajar adalah kunci. Solusinya bukan dengan menyalahkan diri, melainkan menyadari luka dan berproses untuk sembuh.
Seperti kata psikolog Anna Surti Ariani, “Healing bukan tentang menyalahkan masa lalu, tapi tentang memahami diri agar tidak meneruskan luka ke generasi berikutnya.”
Jadi, Moms and Dads, jangan wariskan luka. Wariskan kasih yang utuh. Belajarlah untuk lebih bijak dan dewasa, karena anak tak butuh orang tua yang sempurna, mereka hanya butuh orang tua yang hadir dengan hati yang sembuh.